Minggu, 20 Juli 2014

Si Putri Tidur





          “Yana!” panggil seorang guru.
          “Bangun Yan!” kataku sambil membangunkan Yana Dia adalah sahabatku, seorang gadis bermata sayu yang hobinya tidur tapi walau begitu dia tetap gadis yang manis dan baik hati. Aku duduk bersebelahan dengannya. Aku sangat tau kebiasaannya yang suka tidur di dalam kelas.

          “Eh Yan dipanggil bu guru tuh, ayo bangun,” kataku.
        
          Yana bangun dari tidurnya. Dia berdiri dan beranjak kearah bu guru di depan kelas. Dia mengambil sebuah spidol di sudut meja guru. Lalu dia mengerjakan sebuah soal fisika yang ada di papan tulis dengan lihai. Ya meskipun suka tidur di kelas tapi Yana adalah seorang gadis yang pintar. Selesai mengerjakan soal fisika di papan tulis,Yana kembali ke tempat duduknya dan melanjutkan tidurnya. Luar biasa! Dia bisa mengerjakan soal fisika yang rumit dengan tepat. Sudah aku bilang dia memang pintar, mungkin dia belajar di dalam mimpi.
          
*

          Bel pulang sekolah berbunyi, saatnya murid-murid pulang. Karena rumah kami berdekatan, aku dan Yana pulang bersama. Di ujung lorong sekolah terlihat Dani, seorang murid berwajah rupawan yang sering menjadi idaman gadis-gadis di sekolah. Meskipun begitu, Dani seorang murid berandalan. Dani bersama tiga orang temannya seperti biasa sedang memalak murid-murid. Aku terus melangkan kaki bersama Yana dan tak bisa aku hindari, akupun berhadap dengan Dani.
          
          “Eh ada Yana…. silakan lewat," kata Dani dengan senyum palsunya.
           
          Yana pun berjalan melewati Dani dan ketiga temannya. Aku mengikuti Yana dari belakang. Akan tetapi….
           
          “Eeet mau kemana lo?” tanya Dani yang berdiri di depan dan menghentikan langkah kakiku.
          “Ya gue mau pulang lah,” jawabku ketus.
          “Kalo lo mau pulang, ya lo taulah harus ngapain dulu.” kata Dani sambil bertolak pinggang.
           
           Aku tau pasti dia menyuruhku untuk memberikan uangku kepadanya. Aku hanya diam dan tak rela aku berikan uangku untuk orang yang bermuka dua seperti Dani. Lebih baik uangku aku belikan cimol untuk aku makan berdua dengan Yana.
         
           “Eh kok lo diem aja sih? Apa perlu gue jelasin pake kekerasan,” kata Dani sambil mengepalkan tangannya.
           
           Aduh aku bingung harus melakukan apa. Dani dan ketiga temannya memiliki badan yang kekar dan atletis, sedangkan aku? kalo bisa di ibaratkan, Dani dan teman-temannya melawan aku seperti empat buah batang kayu melawan sebatang lidi. Sial Yana sudah tak terlihat, tega sekali dia meninggalkanku sendiri. Aku harus meminta tolong kepada siapa?
        
          “Ayo cepet mana uang lo?” tanya Dani dengan wajah memerah karena marah.
          “Udah kita hajar aja Dan,” usul salah seorang teman Dani.
         
          Dani dan ketiga temannya bergerak kearahku dan memojokkan tubuhku ke tembok. Aku hanya ikhlas dan pasrah pada penguasa alam semesta, mungkin inilah saatnya wajah gantengku harus ditumbuhi benjolan-benjolan berwarna biru. Dan akhirnya….
          
          “Ampuuun….” kata salah seorang teman Dani.
          “Ampuun pak.”
          “Jadi kalian suka malak-malakin murid-murid setiap pulang sekolah, dasar kalian ini.” kata Pak Suwoto, guru di sekolahku, sambil menjewer telinga kedua orang teman Dani dari belakang.
           
           Dani dan salah seorang temannya yang tidak dijewer mencoba melarikan diri.
           
          “Kalian mau kemana? Kalian harus dihukum,” Pak Bambang, satpam sekolahku, berdiri di depan Dani. Lalu Pak Bambang menjewer telinga Dani dan seorang temannya.
          “Hahaha rasain lo,” kata Yana sambil melihat Dani dan teman-temannya di bawa ke ruang guru.
          “Lo gapapa kan?” tanya Yana.
          “Iya gapapa Yan. Terima kasih wahai penguasa alam semesta,” kataku sambil menghadapkan wajahku kelangit.
          “Hahaha lebay lo.”
          “Gue kira lo tega ninggalin gue sendirian Yan,” kataku dengan wajah cemberut.
          “Enggaklah, lo kan sahabat gue, masa iya gue tega niggalin lo. Yaudah yuk kita pulang, nanti keburu ada Dani lagi,” kata Yana yang beranjak pergi sambil menarik tanganku.
        
          Aku dan Achan pulang bersama menelusuri trotoar jalan di sore itu sambil iringi canda dan tawa.

*

          Suasana kantin saat istirahat cukup ramai. Aku dan Yana duduk di dekat penjual mie ayam sambil menikmati mie ayam tentunya. Tiba-tiba suasana kantin menjadi heboh dengan teriakkan murid-murid perempuan.
           
          “Wah…. Dani…. Dani….” teriak murid-murid perempuan dengan histeris.
           
          Dani duduk di ujung kantin bersama ketiga temannya.
         
          “Heboh banget deh. Kirain gue ada presiden dateng gitu mau beli cimol dikantin, eh tau-taunya si Dani yang dateng.  Lo ga ikutan histeris Yan?” tanyaku sambil terus menikmati lezatnya mie ayam.
          “Ngapain coba histeris kaya gitu. Gue mau histeris kalo ada cowo yang berani ditengah lapangan cuma pake kolor doang hahaha,” canda Yana.
           “Bodo amat Yan.”
           
           Tiba-tiba Dani dan teman-temannya bangun dari tempat duduknya dan menghampiriku.
           
           “Eh lo berdua, ayo cepet ikut gue,” kata Dani sambil berjalan pergi.
           “Ayo cepet,” kata salah seorang teman Dani sambil menarik kerah bajuku.
           
           Aku dan Yana menuruti kata-kata Dani dan mengikutinya. Dani dan teman-temanya membawaku ke taman sekolah. Dani menghentikan langkahnya dan berdiri di depan dan ketiga temanya berdiri mengelilingi aku dan Achan. Sepertinya aku mencium bau masalah disini.
           
          “Kalian tau apa kesalahan kalian?” tanya Dani yang berdiri didepan aku dan Yana.
          “Kayanya kita ga punya masalah deh sama kalian,” kataku tegas.
           
           Dani dan ketiga temannya malah tertawa.

           “Kalian inget kejadian kemaren? Dan menurut kalian itu bukan masalah?” kata Dani dengan angkuh.
           “Itu kan kesalahan lo bukan kesalahan kita,” balasku dengan ketus.
           “Udah ga usah banyak omong Dan, hajar aja,” kata salah seorang teman Dani.
         
           Dani mengepalkan tangannya dan berjalan kearahku. Lalu dia melayangkan tinju kearah wajahku. Aku memejamkan mata. Saat ku buka mataku.
            
           “Yanaaa!” kataku saat ku lihat Yana tersungkur ditanah.

*

          “Gue dimana nih?” kata Yana tersadar.
          “Syukur deh kalo lo udah sadar.” ucapku sambil berdiri di samping Yana.
          “Sekarang lo lagi di UKS, tadi lo pingsan,” lanjutku menjelaskan.
          
          Tiba-tiba Yana tertawa.

          “Kenapa lo ketawa Yan?”
          “Gue juga udah tau kali kalo gue lagi di UKS. Dan tadi itu gue cuma pura-pura pingsan aja,” kata Yana sambil tersenyum.

          Aku menjadi heran, jangan-jangan Yana menjadi sedikit gila karena terkena pukulan Dani.

          “ Maksud lo apaan Yan?” tanyaku heran.
          “Tadi pas Dani mau mukul muka lo, gue halangin. Dan gue yang kena tinjunya si Dani. Terus gue pura-pura jatuh pingsan aja. Eh ternyata gue malah ketiduran,” kata Yana sambil tertawa.
          “Tapi pipi lo jadi bengkak gitu Yan.”
          “Ah gapapa kok, gue sering kaya gini pas dulu ikut club karate. Udah lah lo ga usah khawatir.” Kata Yana sambil menurunkan kakinya dan duduk di pinggir kasur UKS.
          Aku lalu duduk di samping Yana.
          “Lo baik banget Yan, lo mau ngorbanin diri lo demi ngelindungin gue,” kataku.
          “Ya sebagai sahabat, kita kan harus saling melindungi, bener ga? Sekarang gimana urusannya tuh si Dani sama temen-temenya?” tanya Yana.
          “Tadi pas lo pingsan, anak-anak pada negrumunin lo. Terus dateng deh Pak Suwoto dan Dani sama temen-temennya di bawa ke ruang guru. Gue denger-denger sih, mereka di keluarin dari sekolah akibat kejadian tadi dan ditambah ulah mereka selama ini,” kataku menjelaskan.
           
          Aku terdiam sejenak dan menunduk. Sejenak aku berpikir. Mungkin ini saat yang tepat untuk mengutarakan rasa cintaku pada Yana. Karena sebenarnya aku sudah lama menyukai Yana. Aku tak bisa menutupi perasaan ini lagi. Diterima atau tidak pernyataan cintaku ini tidak ada masalah bagiku.
           
          “Yan gue mau ngomong sesuatu nih. Kita berdua kan udah deket banget ya Yan. Dan semakin lama perasaan gue ke lo tuh semakin berubah. Ya kayanya ada rasa yang lain di dalam hati gue terhadap lo….. Sebenernya tuh gue suka sama lo Yan. Dan gue mau kita bukan cuma sekedar sahabat.”
            
          Tiba-tiba Yana menyandarkan kepalanya ke bahuku. Apa mungkin dia tahu apa yang aku maksud? Dan apakah dia juga merasakan hal yang sama terhadapku? Perlahan aku paling tatapanku ke wajah Yana.
           
         Aku hanya tersenyum.

          Ternyata Yana tertidur di bahuku. Dia tidak mendengar apa yanga ku katakan tadi tentang perasaanku kepadanya. Ah…. biarlah ku simpan rasa ini. Mungkin sekarang aku dan Yana cukup sebagai sahabat saja. Yana sungguh gadis yang cantik, manis, pandai dan baik hati, tapi kebiasaan tidurnya itu sulit untuk di hapuskan. Tak salah kalo aku memberi dia julukan si putri tidur.

          Semoga kita bisa menjadi sepasang kekasih meskipun hanya di mimpimu ya, putri tidur.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar